Covid-19 Diary: Temporary Anosmic

Kami punya group WhatsApp yang isinya terdiri dari relawan dan penyintas Covid. Di group ini at least ada 1-2 orang baru tiap hari, which means, emang corona jenis delta ini penularannya sangat cepat. Dan dari aku masuk, 5 hari lalu, baru 1 orang yang sembuh dari covid. Tiap hari kami harus laporan gejala apa saja yang muncul, misalnya batuk, pilek, diare, dan lain-lain. Semua yang di sini memang bergejala ringan, and most of us is anosmic. Hanya beberapa yang indera penciuman dan pengecapannya normal.

For me, finally, my cough has started to go away in the last two days, but it is not completely gone. I got a fever at night. I'm okay so far, but I'm anosmic. Kena covid ngajarin aku gimana caranya survive tanpa ngecium bau, toh cuman beberapa hari atau minggu. Sekarang aku baru tahu gimana rasanya jadi orang-orang yang beneran anosmia dari lahir.

I'm bored, and lonely, and it makes me losing track of time. Kapan hari, aku beli martabak, dan karena tidak habis, aku simpan di kotak makan. Since it is fried food, I think the food will not be stale for two days, tapi kayaknya basi deh karena aku gabisa cium baunya :( That was the most pathetic thing that happened to me since the self-isolation.

Aku udah ikhlas sih, aku sakit. Yang bikin sedihnya adalah aku merasa merepotkan banyak orang, and me being sick is ruining my holiday plan. Aku harus ikhlas kalau semester break aku kemungkinan besar ga bakal ke luar kota. 

Aku masih gapaham sama orang-orang bebal yang menganganggap ini konspirasi dan/atau yang tidak mau memakai masker. Covid terlalu nyata untuk dibilang konspirasi, apapun teorinya. Buat orang-orang yang tidak mau memakai masker, dan menganggap itu haknya, masalahnya kalaupun dia OTG atau gejala ringan, virusnya ini bisa menyerang siapapun. Dan bahkan aku yang sudah vaksin dua kali. Aku gapaham bakal sesakit apa seandainya aku ga vaksin.